Background

Sarjana Pincang

memburu mimpi sama halnya mencuri mentari dari jantungnya. kau akan taurasa kiranya ai ke daerah mana yang menutup pintu sebelum membuka. pada pagi menemu silau sore yang jingga – lantas gelap. mengantre lamanya tujuhtahunan matahari harapan.
para robot berjubah hitan berbarisbaris. siap dikemas dalam kardus biscuit. apa kau pernah melihat?
gagahnya dinding kroak yang mau roboh. muka rata bertoga dalam bingkai adalah muka anak tiri sebuah negeri

tak ada tamu:
secarik kertas stempel biru “tinta emas” menjelma kebanggaan almarhum bapak. menjadi harapan si pencuri mimpi. yang pernah digebug trantip. dibakar.
seorang perempuan tua memandanginya.
(yang dulu pernah mimpi anaknya jadi jendral)
jendela kayu rumah jebol mengeriyut kini tinggal menakar usianya

didalam kamar:
lengan besi paha tembaga
secangir kopi hatipun jenaka
cicak mati kering didalamnya
ditatapnya awan lintas
sepi riuh satu kehidupan ditempurung kepala

kini,
mengetuk pintu tetangga dengan iba
tak ada kerjanya tak punya cinta
nyanyi mimpi, mimpi jelaga
sebatang rokok asap putih mengangkasa
kini telah menganbil nyawanya.

Adib Belaria Abadi

Categories: Share

Leave a Reply